4 Makanan Khas Simeulue yang Gurih Enak, Ada Bubur Memek

Simeulue adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang terkenal akan wisata kuliner nya. Memang tidak terlalu banyak, namun makanan khas Simeulue dipastikan menggoyang lidah dan membuat porsi makan bertambah. Apalagi jika ada salah satu bahan untuk membuat olahan makanan di sana termasuk istimewa, yakni lobster.

Kabupaten Simeulue, memiliki daya tarik cukup banyak jika dibandingkan dengan daerah lain di nusantara. Dalam hal wisata misalnya, banyak tersedia objek wisata yang bisa dikatakan lengkap. Mulai dari wisata alam berupa pantai, perbukitan, dan pegunungan, semua tersedia di sana. Namun kali ini kita akan fokus pada wisata kuliner yang memberikan sensasi rasa berbeda.

1. Memek

Jangan dulu berpikiran negatif mendengar nama kuliner khas Simeulue ini. Nama tersebut diambil dari bahasa lokal yang berarti mengunyah atau menggigit. Kuliner ini sejenis bubur, jadi teksturnya lembut dengan rasa manis di dalamnya. Bahan yang digunakan terdiri dari pisang, santan, dan gula pasir.

Proses pembuatannya mudah, namun membutuhkan waktu cukup lama. Semua bahan yang telah disiapkan terlebih dahulu dilembutkan dengan cara ditumbuk. Alat untuk menumbuk kebanyakan berupa batang pisang, namun ada juga yang ditemui menggunakan alat lain yang lebih pada dan keras.

2. Kerupuk Teripang

Di Aceh, termasuk Simeulue, banyak didapatkan hasil laut berupa teripang. Perlu diketahui, teripang termasuk hewan tanpa tulang belakang dengan rasa gurih dan unik. Hewan rtp slot pragmatic ini tidak terlalu besar, hanya berukuran sekitar 10 cm dengan bentuk lonjong dan bulat, mirip dengan mentimun.

Menjadi salah satu makanan khas yang paling diminati karena cocok dijadikan sebagai oleh-oleh. Meskipun namanya kerupuk, namun tidak didapati bahan tepung sebagaimana jenis kerupuk pada umumnya. Olahan kuliner ini hanya terbuat dari hewan teripang, tanpa bahan pendukung lainnya.

3. Tabaha

Makanan khas dari Simeulue berikutnya adalah Tabaha yang terbuat dari tepung sagu. Bahan makanan berupa sagu mudah ditemukan di kawasan tersebut, namun bukan termasuk tongkrongin makanan pokok warga setempat. Pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak warga yang tidak sempat atau tidak berani menanam padi.

Sebagai solusi alternatif, mereka menggunakan sagu sebagai penggantinya. Batang Rumbia saat itu tersebar luas di beberapa titik lokasi, jadi tidak sulit menemukannya. Mulai saat itulah sagu menjadi makanan pokok alternatif hingga saat ini. Untuk menghasilkan kuliner yang dikenal dengan Tabaha, bahan lain yang digunakan hanya kelapa muda.

4. Tabaha Longon

Meskipun namanya hampir mirip dengan makanan diatas, namun nyatanya jauh berbeda. Persamaan hanya di dapat dari penggunaan tepung sagu yang juga menjadi bahan utamanya. Namun untuk bahan pendukungnya berbeda, kali ini menggunakan pisang sebagai bahan pelengkapnya.

Selain bahan pendukung, perbedaan lain yang ditemukan yakni dari proses memasaknya. Tabaha Longon dimasak dengan cara cukup unik karena harus menggunakan daun pisang sebagai alasnya. Penggunaan daun tersebut berfungsi supaya adonan tidak cepat gosong. Selain itu juga menjadikan rasa dan aromanya menjadi khas.